Oleh: Enjang Idrus, M.Pd.I.
Pendahuluan
Diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berimbas pada peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. Sehingga diperlukan upaya proses peningkatan tersebut. Salahsatu proses yang dilakukan yakni dengan diselenggarakannya sertifikasi.
Sertifikasi berasal dari kata sertifikat, sedangkan sertifikasi dapat diartikan pemberian sertifikat pada seseorang, dalam hal ini guru. Jadi sertifikasi yakni pemberian sertifikat berdasarkan kompetensi yang dimiliki. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 42 dikatakan ”Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Lebih lanjut dalam pasal 61 dijelaskan bahwa:
- Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompeten;
- Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi;
- Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.[1]
BACA JUGA: Enjang Idrus; Manajemen Diri menjadi Kunci, Etika Berorganisasi sebagai Filosofi
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu[2].
Proses sertifikasi yang dilakukan mulai tahun 2007 sampai tahun 2010 dengan dua jenis yakni portopolio dan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Selama proses pelaksanaan portopolio terdapat beberapa kelemahan dan tidak berimbas pada peningkatan profesionalisme guru. Selama itu bagi yang tidak memperoleh nilai sampai 850 poin, maka dilakukan PLPG. Mulai PLPG ini guru diharapkan dapat meningkat kinerja pada tingkat profesionalisme, namun apa yang terjadi? Profesionalisme masih diragukan! Karena sertifikasi secara mayoritas bertolak belakang dengan tujuan awal yakni membentuk guru profesional. Kendala ini bukan berpikir untuk professional, namun mayoritas guru berharap tunjangan profesi yang bersifat materi (uang).
Mulai tahun 2011 proses sertifikasi dengan jalur portopolio “dihilangkan“. Realitas ini memberikan dampak positif bagi peningkatan profesionalisme guru karena proses sertifikasi dilakukan melalui proses Pendidikan Profesi Guru (PPG), sehingga guru “diajak“ bertamasya menyelami lautan ilmu pendidikan selama proses PPG. Dengan bertamasya di lautan ilmu pendidikan melalui PPG bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru.
Paparan di atas memberikan strategi PPG dalam mendongkrak Profesionalisme guru. Upaya ini memberikan gambaran bagaimana urgensi PPG bagi profesionalisme guru? Bagaimana kiat sukses mengikuti PPG? Bagaimana lembaga kontrol pasca PPG? Bagaimana implikasi PPG pada bangkitnya guru serta pendidikan di Indonesia?
BACA JUGA: Bagaimana Mengubah Nestapa agar Menjadi Bahagia ?
Urgensi PPG bagi profesionalisme guru.
Sejak Tahun 2007 Istilah PLPG sudah tidak asing lagi di telinga kita, pada awalnya sebagai tindak lanjut bagi guru yang belum lulus sertifikasi melalui jalur portopolio. Namun saat ini PPG merupakan program yang relevan dengan peningkatan kualitas guru. Dengan PPG guru akan memiliki kemampuan dan keahlian dalam proses pendidikan. Dengan adanya kemampuan dan keahlian khusus yang sesuai dengan bidang keguruan yang professional, yang diperoleh melalui upaya pengembangan lewat pelatihan, diharapkan guru mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan maksimal, dengan kata lain guru bisa memiliki kepribadian yang terdidik , terlatih dengan baik, serta pengalaman yang kaya dibidangnya.[3]
Etik Dwi Sulistiyowati (2010) pengalaman PPG memberikan pengaruh positif bagi guru. Adapun pengaruh tersebut, yaitu:
- Menambah teman, serta ajang silaturahmi dan reuni teman-teman dari berbagai daerah.
- Dapat membuat perangkat pembelajaran yang baik dan benar.
- Dapat menerapkan model-model pembelajaran inovatif.
- Memperdalam ilmu pendidikan dan wawasan mata pelajaran.
- Meningkatkan motivasi dalam pembelajaran.
- Mampu meningkatkan manajerial dalam kelas.
- Semakin menghargai keberagaman peserta.
- Meningkatkan penguasaan ICT.
- Penampilan di depan kelas semakin baik
- Menyadari kelemahan dan kekurangan sebagai seorang guru yang baik[4].
BACA JUGA: STKIP Yasika Dorong Guru Madrasah di Majalengka Kuasai 4 Kompetensi
Kiat sukses mengikuti PPG
Ada anggapan bahwa proses PPG menakutkan; khawatir tidak lulus, khawatir tidak bisa mengikuti dengan baik; khawatir tidak bias membuat tagihan atau laporan-laporan. Untuk mengatasi kekhawatiran ini penulis akan memaparkan tips sukses dalam mengikuti PPG.
Kiat sukses mengikuti PPG ini terbilang ringan, namun ada beberapa hal penting yang harus dilakukan selama proses pelaksanaan PPG. Kiat-kiat ini penulis bagi menjadi tiga bagian penting, yaitu: Pola makanan-minuman dan istirahat, Sikap dalam PPG, materi PPG.
Pola makanan-minuman dan istirahat,
Pola makanan dan minuman biasanya dianggap sepele dalam mengikuti pelatihan atau penataran apapun. Padahal pola makanan ini menentukan kesuksesan dalam mengikuti PPG. Kenapa demikian? Makanan dan minuman bukan hanya mengenyangkan perut.Dengan makanan enak dan nikmat ala hotel bintang lima, namun makanan yang perlu diperhatikan dalam mengikuti yakni makanan yang benar-benar membantu kemampuan otak, ketimbang tenaga. Memperhatikan makanan dan minuman yang membantu ketimbang otak, karena dalam proses PLPG yang lebih ditekankan pada kemampuan otak bukan tenaga. Sehingga diperlukan makanan yang mengandung unsur vitamin, protein dan lemak, sedangkan karbohidrat. Dalam mengikuti pelatihan, saya teringat seorang tokoh guru berprestasi yakni Dartum, S.IP, M.M.Pd, di sela-sela sarapan dengan penulis, “ Ketika kita mengikuti Diklat, Pelatihan, seminar, Workshop atau apapun jenisnya upayakan pola makanan itu harus lebih banyak buah-buahan dan sayuran, ketimbang nasi, karena dengan banyak makan buah-buahan dan sayuran, badan terasa segar. Tetapi bila makan banyak yang mengandung karbohidrat (seperti nasi, roti dll) akan memudahkan untuk ngantuk“.Pengalaman ini penulis lakukan saat mengikuti kegiatan apapun jenisnya, sehingga tetap bersemangat. Gak percaya coba deh buktikan!
Selain itu, minuman juga perlu diperhatikan. Banyak jenis aneka minuman yang beraneka rasa dan warna. Namun saat mengikuti PPG, penulis sarankan untuk banyak minum Air mineral, tentunya air mineral yang terstandar dan terjaga kualitasnya. Dasar untuk minum Air karena hampir 90% di dalam tubuh kita itu diisi oleh air. Bila persediaan air dalam tubuh kita itu tidak mencukupi, maka akan mengganggu pada kesehatan. Yang tidak kalah pentingnya yakni istirahat. Istirahat memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan, karena istirahat metabolisme tubuh dengan baik. Sehingga berimbas pada kesehatan yang prima.
Sikap dalam PPG
Disiplin
Disiplin adalah latihan batin dan watak dengan maksud upaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib di sekolah atau ‘kemiliteran’. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa segala tata tertib yang ada di sekolah atau kemiliteran dapat dilakukan oleh seseorang, apabila orang tersebut memiliki rasa disiplin.[5]
Peraturan yang harus diikuti oleh guru tersebut tidak saja bersifat yuridis formal tetapi peraturan yang tidak ditulis pun berupa nasehat dan teguran untuk dirinya dan siswa harus pula dipedomani oleh guru cenderung bersifat disiplin.
BACA JUGA: Pemimpin Baik adalah Pengikut yang Baik
Sikap disiplin yang ada pada guru secara tidak langsung merupakan perbuatan yang didasari atas kesadaran dan tanggung jawab, sehingga tugas yang di embannya itu sebagai kewajiban untuk dilaksanakan dengan penuh konsekuen.
Pandangan tersebut menitikberatkan kedisiplinan harus berawal dari semangat seseorang yang akan melakukan suatu perbuatan atau usaha ke arah yang lebih baik. Sehingga titik akhir dari perbuatan itu akan menjadikan tuntunan bagi dirinya dan panutan bagi orang lain. Seseorang yang merasa disiplin harus menunjukkan keseimbangan yang tepat dalam setiap bentuk keputusan yang telah menjadi ketetapan bagi dirinya, bahkan bagi orang lain.
Tujuan utama dari disiplin bukanlah hanya sekedar menuruti perintah atau aturan saja, patuh terhadap perintah dan aturan merupakan bentuk disiplin jangka pendek. Sedangkan tujuan pendidikan disiplin adalah agar setiap individu memiliki disiplin jangka panjang, yaitu disiplin yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan atau otoritas, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri terwujud dalam bentuk pengakuan terhadap hak dan keinginan orang lain, dan mengambil bagian dalam memikul tanggung jawab sosial secara manusiawi. Hal inilah yang sesungguhnya menjadi hakikat dari disiplin.
Paparan disiplin ini membuka cakrawala dalam pemahaman disiplin. Timbul pertanyaan apakah kita sebagai guru sering menyuruh anak untuk disiplin?Saya akan bantu menjawab ternyata Ya. Nah itu kita baru sadar. Kenapa saat PPG kita harus disiplin? Masa perlu saya jawab lagi! Coba jawab sendiri!
Pentingnya disiplin dalam mengikuti PPG merupakan kewajiban atau keharusan. Bukan hanya berimplikasi pada kegiatan PPG, namun memberikan sesuatu yang lebih pada peserta PPG. Kelebihan dalam memperoleh ilmu, kelebihan dalam memperoleh teman dan sahabat. Dan jenis kelebihan lainnya. Selain itu implikasi disiplin akan mengefektifkan program PPG.
Toleransi dan memahami perbedaan
Proses bersosialisasi dimanapun, menemukan perbedaan dalam berbagai hal; dalam Karakter, kebiasaan, gaya bicara dan sikap. Namun itu semua merupakan hal yang lumrah, bahkan rahmat dari Yang Maha Kuasa. Karena kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.
Proses saling mengenal ini, dibutuhkan toleransi memahami perbedaan diantara sesama peserta PPG. Dengan toleransi inilah yang tadinya hanya teman di PPG, bisa menjadi sahabat bahkan saudara pasca PPG.
Materi PPG
Materi PPG tidak terlepas dari kompetensi guru, karena hal itulah yang menjadi prioritas PPG. Materi PPG disusun dengan memperhatikan kompetensi guru, yaitu:(1) pedagogik, (2) profesional, (3) kepribadian, dan (4) sosial. Standar kompetensi dirinci dalam materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang ditetapkan oleh DirjenDikti/Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan hasil need assessment[6].
Kompetensi menurut Kepmendiknas 045/U/2002 adalah ;seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Pedagogik
Pedagogik berasal dari bahasa Yunani yakni paedos yang artinya anak laki-laki, dan agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu anak laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah[7].
Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai ilmu dan seni mengajar anak-anak. Sedangkan ilmu mengajar untuk orang dewasa ialah andragogi. Dengan pengertian itu maka pedagogik adalah sebuah pendekatan pendidikan berdasarkan tinjauan psikologis anak. Pendekatan pedagogik muaranya adalah membantu siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam perkembangannya, pelaksanaan pembelajaran itu dapat menggunakan pendekatan kontinum, yaitu dimulai dari pendekatan pedagogi yang diikuti oleh pendekatan andragogi, atau sebaliknya yaitu dimulai dari pendekatan andragogi yang diikuti pedagogi, demikian pula daur selanjutnya; andragogi-pedagogi-andragogi, dan seterusnya.
Rumusan kompetensi pedagogik dalam PP No. 19 tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 bahwa kompetensi ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi; (1) pemahaman terhadap peserta didik, (2) perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, (3) evaluasi hasil belajar, (4) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Yang dimaksudkan dengan kompetensi pedagogik ialah kemampuan dalam pengolahan pembelajaran peserta didik yang meliputi; a) pemahaman wawasan atau landaskan kependidikan, b) pemahaman terhadap peserta didik, c) pengembangan kurikulum/silabus, d) perancangan pembelajaran, e) pemanfaatan teknologi pembelajaran, f) evaluasi proses dan hasil belajar, g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi pedagogik guru maka guru harus mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai berikut:1) Mengaktualisasikan landasan mengajar, 2) Menguasai ilmu mengajar (didaktik metodik), 3) Mengenal siswa, 4) Menguasai teori motivasi, 5) Mengenali lingkungan masyarakat, 6) Menguasai penyusunan kurikulum, 7) Menguasai teknik penyusunan RPP, 8) Menguasai pengetahuan evaluasi pembelajaran, dll.
Profesional
PP No. 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3:Kompetensi Profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam SNP.
Kompetensi profesional ialah kemampuan menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi dan atau seni yang diampunya meliputi penguasaan;
- Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya.
- Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, dan/atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampunya.
Guru profesional mempunyai sikap dan sifat terpuji adalah; (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada siswanya; (3) sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa di hadapan peserta didik; (5) penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas (Ngalim Purwanto, 2002)[8]. Dengan profesionalisme maka masa depan guru mempunyai peran ganda yakni sebagai pendidi (teacher), pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer (learning manager).
Jika profesionalisme keguruan itu dikaitkan dengan akuntabilitas public, profesi bukanlah hal yang ringan, melainkan sesuatu yang mengharuskan pelayanan di tingkat kualifikasi profesional yang lebih memadai. Secara sederhana kualifikasi profesional kependidikan guru mencakup hal-hal sebagai berikut.
- Kapabilitas personal (person capability), artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif.
- Guru sebagai innovator yang berarti memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan informasi. Guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaharuan dan sekaligus penyebar ide pembaharuan yang efektif.
- Guru sebagai developer yang berarti ia harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh ke depan (the future thinking) dalam menjawab tantangan-tantangan zaman yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai sebuah sistem.
Kepribadian
PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3:Kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak mempunyai kepribadian baik atau tidak berakhlak mulia. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan siswa terutama bagi siswa yang masih kecil dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa.
Kepribadian adalah unsur yang menentukan interaksi guru dengan siswa sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupan adalah figur yang paripurna. Itulah kesan guru sebagai sosok ideal. Guru adalah mitrasiswa dalam kebaikan. Dengan guru yang baik maka siswa pun akan menjadi baik. Tidak ada seorang guru pun yang bermaksud menjerumuskan siswanya ke lembah kenistaan. Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang siswa, karena ia yang memberikan santapan rohani dan pendidikan akhlak, memberikan jalan kebenaran. Maka menghormati guru berarti menghormati siswa, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak bangsa.
Kompetensi kepribadian di dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3 ialah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Secara rinci kompetensi kepribadian mencakup hal-hal sebagai berikut; a) berakhlak mulia, b) arif dan bijaksana, c) mantap, d) berwibawa, e) stabil, f) dewasa, g) jujur, h) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, i) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, j) mau siap mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
BACA JUGA: Sikap Sosial Kita; refleksi atas sikap peduli terhadap realitas sosial saat ini
Satori[9] yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian ialah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpencar dalam perilaku sehari-hari.
Beberapa pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan tingkah laku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpantul dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur. Di Indonesia sikap pribadi yang dijiwai oleh filsafat Pancasila yang mengagungkan budaya bangsanya yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi kepribadian guru. Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi kepribadian guru harus dimaknai sebagai suatu wujud sosok manusia yang utuh.
Kompetensi kepribadian berperan menjadikan guru sebagai pembimbing, panutan, contoh, teladan, bagi siswa. Dengan kompetensi kepribadian yang dimilikinya maka guru bukan saja sebagai pendidik dan pengajar tapi juga sebagai tempat siswa dan masyarakat bercermin. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam sistem Amongnya yaitu guru harus “Ing ngarso sungtulodo, Ing madyo mangun karso, Tut Wuri handayani”.
Kompetensi kepribadian maka guru menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motivasi belajar siswa serta mendorong/memberikan motivasi dari belakang. Oleh karena itu seorang guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya. Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga sebagai cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru dan siswa tercipta situasi pendidikan yang memungkinkan subjek didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan member contoh. Guru mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematiknya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi kompetensi kepribadian guru adalah memberikan teladan dan contoh dalam membimbing, mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motivasi belajar.
Kompetensi sosial
Kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul seacara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan norma moral.
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman.
BACA JUGA: 3 Nutrisi Bergizi Guru untuk Kemajuan Pendidikan Kita
Djam’an Satori (2007), kompetensi sosial adalah sebagai berikut.
- Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.
- Bersikap simpatik.
- Dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.
- Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.
- Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).
Samani dimaksud dengan kompetensi sosial ialah kemampuan individu sebagai bagian masyarakat yang mencakup kemampuan untuk;
- Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat.
- Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
- Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.
- Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku.
- Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Masyarakat dalam proses pembangunan sekarang ini menganggap guru sebagai anggota masyarakat yang memiliki kemampuan, keterampilan yang cukup luas, yang mau ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan. Guru diharapkan menjadi pelopor di dalam pelaksanaan pembangunan. Guru perlu menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat berperan sangat penting, yakni sebagai;1) motivator dan innovator dalam pembangunan pendidikan, 2) perintis dan pelopor pendidikan. 3) peneliti dan pengkaji ilmu pengetahuan, 4) pengabdian.
Perlunya kontrol pasca PPG
Pelaksanaan PPG bertujuan untuk membentuk guru berkompetensi sesuai dengan mepat kompetensi di atas sebagia materi dalam PPG. Pacsa PPG guru memperoleh sertifikat sebagai guru professional, apakah benat professional? PPG sebuah strategi untuk mencapai guru professional, karena professional bukan hanya ditunjukan oleh sertifikat, tetapi ditunjukan oleh kinerja dalam melaksanakan profesinya.
Untuk mencapai guru professional PPG saja tidak cukup, tetapi perlu ada control pasca PPG. Dengan menerapkan system control, maka guru pasca PPG mendapatkan pengawasan dan evaluasi dengan baik, sehingga benar-benar mencapai guru Profesional. Bila pemerintah hanya meluncurkan program PPG, tanpa adanya control, maka program PPG ini bias dikatakan sebagai penghamburan dana, karena pasca PPG guru kembali pada kebiasaan lamanya.
Penilaian guru tertuang dalam PP No. 74 tahun 2008 tentang guru yang mengaut berbagai aspek keguruan. Namun itu saja tidak cukup, karena pengawasan yang dilakukan kepala sekolah saja tidak cukup. Bila perlu pemerintah (khususnya mentri pendidikan/agama) secara tegas membuat peraturan yang menyatakan criteria pengawasan pasca PPG, bila tidak menerapkan ilmu yang didapat dari PPG bias menjadi guru tanpa sertifikasi. Walaupun ini terkesan memaksakan, namun lebih baik memaksa untuk kebaikan dari pada dibiarkan yang hasilnya pendidikan Indonesia tetap akan terpuruk.
Penulis pernah menulis artikel tentang “potret suram pendidikan kita” yang dimuat dalam Majalah Pendidikan Bhineka Karya Winaya yang diterbitkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Ditegaskan bahwa “United Nations Development (UNDP) 2000 melaporkan. Pada tahun 1998 Indonesia berada pada urutan 102, namun hanya dua tahun kemudian posisinya menurun ke urutan 109, sedangkan dalam kurun waktu yang sama negara tetangga umumnya bergerak maju. Singapura misalnya meningkat dari 34 ke 24, Australia dari urutan 11 ke 4, Philipina dari urutan 95 ke 64, China dari urutan 121 ke 99 dan Vietnam dari 121 ke 108, Data ini mengindikasikan bahwa pendidikan Indonesia lagi merana. Kapankah pendidikan Indonesia dapat dibanggakan bagi dirinya bahkan disegani oleh negara di Dunia? “ melalui program PPG inilah pendidikan Indonesia akan terus bangkit dan bangkit, bukan menyebutkanya “Mari kita kejar ketertinggalan kita” masa ketertinggalan di kejar sungguh memilukan!.
BACA JUGA: Tips Memilih Sekolah untuk Anak dan Orang Tua Agar Lebih Bahagia
Dengan adanya sistem kontrol, pemerintah bias memastikan bahwa tunjangan profesi pendidik ini hanya diberikan kepada yang benar-benar berhak dan layak memperolehnya. Pada saat yang sama kekhawatiran kita tidak terjadinya perubahan subtansial di dunia pendidikan kita, bias diminimalisir. Kalau bias, harapan untuk menjadikan dunia pendidikan lebih baik, hanya akan menjadi impian kosong kita. Kalai ini yang terjadi, tentu kucuran dana miliaran rupiah yang dianggarakan pemerintah untuk program sertifikasi pendidik ini akan menjadi sia-sia belaka. Dan kita tentu sama sekali tak ingin mimpi buruk ini terjadi[10].
Implikasi PPG pada bangkitnya guru serta pendidikan di Indonesia.
Kebangkitan bangsa dimulai dari kebangkitan pendidikan. Karena pendidikan yang mempersiapkan sumber daya manusia. Pembentukan SDM itu berawal dari guru. Kualitas guru menentukan bangkitnya pendidikan, karena guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan secara langsung.
Peningkatan kualitas guru melalui PPG merupakan langkah strategis untuk mendongkrak kemampuan guru, sehingga guru mampu menerapkan kompetensinya dalam mengembangkan profesi dan kualitas.
Kualitas menjadi parameter objektif kemajuan pendidikan ; lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan serta lainnya. Kualitas penyelenggaraan pendidikan ini mengandung lima unsur pokok yakni: Pertama, keandalan, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan secara tepat waktu, akurat dan memuaskan. Kedua, daya tangkap, yaitu: kemauan tenaga kependidikan untuk membantu peserta didik dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Ketiga, jaminan mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap pelanggan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki tenaga kependidikan; dan bebas dari bahaya, resiko dan keraguan. Keempat, empati, yang meliputi kemudahan melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Kelima, bukti langsung, meliputi berbagai aspek yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan[11]. Lima aspek ini berdasarkan kepentingan pelanggan.
Arti kepentingan pelanggan ini, yakni kualitas dan kemajuan pendidikan itu merupakan harapan dari masyarakat (pelanggan) dalam membentuk manusia yang berilmu, cerdas, beramal, berakhlak mulia dan kompetitip. Jadi dengan terbentuknya kualitas guru yang handal, maka tujuan dan kualitas pendidikan dapat tercapai. Bukan hanya tujuan pendidikan nasional, namun peserta didik siap menghadapi tantangan dunia dan menjadi pemenang.
Penutup
Pendidikan Profesi Guru berupaya untuk membentuk guru yang berkompetensi sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan dengan nyaman dan efektif, bahkan menyenangkan. Artinya dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan pendidikan guru merasa dan bertindak bahwa itu yang harus dicapai. Pencapai itu tidak terlepas dari kualitas guru, sehingga guru diperlukan pendidikan profesi guru.
Pendidikan Profesi Guru merupakan upaya strategis dalam meningkatkan kompetensi guru, dimana dalam proses PPG tidak akan terlepas dari peningkatan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan berimplikasi pada semangat peningkatan kualitas pendidikan, sehingga diharapkan pendidikan di Indonesia mampu bersaing sekaligus menjadi pemenang di kancah dunia. Aminn
BACA JUGA: Enjang Idrus; Manajemen Diri menjadi Kunci, Etika Berorganisasi sebagai Filosofi
Daftar Bacaan
[1] Depdiknas. 2003. Undang Undang Sistem Pendidikan No. 20 Tahun 2003.Jakarta: Depdiknas
[2]Depdiknas. Buku Panduan 2 Sertifikasi Guru. Jakarta: Depdiknas, 2006
[3]Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru: Upaya Mengembangkan Kpribadian Guru yang Sehat di Masa Depan. Yogyakarta: Grafindo Litera Media dan STAIN Purwekerto Press, 2009 Hal. 173-174.
[4]Dalam Jalam Ma’mur Asmani. Tips Sukses PLPG Pendidkan dan Latihan Profesi Guru.Yogyakarta: Diva Press, 2011, Hal.96
[5]Poerwadarminta. Pendidikan dan Profesionalisme, Jakarta: Grasindo, 1996, hal 254.
[6]Depdiknas, Buku Panduan Sertifikasi. Jakarta: Depdiknas, 2007
[7]Uyoh Sadullah; www.rezaeryani.comhttp://groups.yahoo.com/ group/ rezaeryani. Diakses 22 April 2011
[8]NgalimPurwanto.Ilmu Pendidikan Teoritis dan praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2002, Hal. 72
[9]Satori Djam’an dkk.. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.2007. hal. 25
[10]Thejargon.mutiply.com. diakses tanggal 25 April 2011
[11] Jamal Ma’murAsmani. Tips SUkses PLPG PendidikandanlatihanProfesi Guru. Diva Press, 2011 Hal. 183